Bila kita menyusuri tepi jalan atau trotoar di daerah Jayapura maka agak heran kenapa banyak noda warna merah yang berceceran, ternyata itu adalah buangan hasil proses nginang atau nyirih yang masih umum dilakukan oleh penduduk lokal Papua. Berbeda dengan di daerah Jawa yang budaya ini sudah mulai punah bahkan beberapa dekade lalu juga yang melakukan nginang di daerah Jawa adalah hanya para nenek-nenek, maka di Papua hingga saat ini nginang masih populer dilakukan baik pria ata wanita dan usia muda atau tua. Nginang barangkali kebiasaan yang tidak langsung ada manfaatnya namun bisa membuat ketagihan dan kenyamanan bagi penikmatnya. Penikmat nginang akan memasukkan ke dalam mulut berupa campuran buah pinang, kapur (dari bahan kulit kerang yang dihaluskan), dan bunga tanaman sirih. Setelah mengalami pengunyahan maka campuran tersebut akan berwarna merah dan kemudian perlu mengeluarkannya beserta ludah. Di Papua, nginang tidak menggunakan bagian daun sirih namun menggunakan bagian bunga tanaman sirih yang berbentuk batang. Komponen untuk menginang dijajakan oleh pedagang yang asli penduduk Papua dan sudah dikelompokkan menjadi pasangan yang terdiri dari satu buah pinang,2 batang bunga sirih plus satu sachet kapur dengan harga satu ribu Rupiah.
Wisata Sambil Kerja
Powered by Telkomsel BlackBerry®